---- Part 1 ----
"Selesaikan hubunganmu dengan Zilong, Raja Estes sudah setuju untuk menjodohkanmu dengan anaknya, Pangeran Alucard"
"Tapi ayah...."
"Keputusanku sudah bulat", Tigreal bangkit dan meninggalkan putrinya, Freya yang mulai kebingungan.
Freya tersedu tanpa meneteskan airmata, karena menangis bukanlah kebiasaanya.
Keesokan harinya, Zilong memberanikan diri menghadap sang Jendral demi mempertahankan cintanya. Ia berlutut dihadapan Tigreal dengan penuh asa. "Kumohon Jendral, setidaknya beri satu syarat jika memang diharuskan, aku akan memenuhi syarat tersebut. Tolong, jangan pisahkan aku dan putrimu"
"Kau yakin dengan permintaanmu, ksatria?"
"Apapun itu asalkan bisa membuatmu menyetujui hubungan kami"
"Baiklah", Tigreal jalan mendekati Zilong yang mulai berdiri tegak. "Ada satu syarat".
Freya diam-diam menguping dibalik pintu, dengan hati yang risau. "Syarat itu pastinya tidak akan bisa dipenuhi oleh Zilong", benaknya.
"Kau tau bukan di perbatasan sedang ada perang besar dan kaum Peri tengah berupaya mencegah pasukan Balmond untuk masuk ke negri ini". Tigreal menatap tajam ke arah Zilong yg tak terlihat gentar dengan kalimat tersebut. "Pergilah kesana, kalahkan Balmond dan semua pasukannya tanpa tersisa seorang pun".
Zilong terbelak sedikit kaget, ia menghela napas dan mengalihkan pandangan dari tatapan Tigreal. "Sudah pasti aku akan mati jika pergi kesana", bisiknya dalam hati.
"TIDAK!", Freya berlari menghampiri dua pria yang sama-sama dicintainya itu. "Ayah, aku mohon. Jangan berikan syarat itu. Itu terlalu mustahil."
"Kekasihmu yang meminta syarat, aku hanya mengabulkannya"
"Zilong, jangan lakukan itu. Kumohon." Freya menggenggam erat kedua tangan Zilong seolah tak ingin melepasnya lagi, namun hanya perlu sepersekian detik bagi Tigreal untuk menarik putrinya menjauh dari ksatria tersebut.
"Aku tau kau takkan mau melakukannya. Jadi enyahlah, biarkan putriku bahagia dengan pangeran Alucard".
Belum ada lima langkah Tigreal menarik freya keluar ruangan, suara Zilong menghentikan mereka, "Aku menyetujui persyaratanmu, Jendral". ucapnya lantang.
"Huh?", Tigreal tersenyum sinis, anak ini benar-benar bodoh, pikirnya.
"Ayah kumohon, jangan seperti ini." Freya berusaha menggoyahkan hati Tigreal namun sia-sia.
"Masuklah ke kamarmu, Freya". Dan dua dayang-dayang langsung mengantarkan Freya menuju kamarnya sementara Zilong masih berdiri di ruangan tersebut dengan penuh keberanian.
"Baiklah. Siapkan pasukanmu. Pergilah esok sebelum matahari terbit. Dan jangan pernah sesali keputusanmu anak muda"
"Jika aku berhasil mengalahkan Balmond dan pasukannya, apakah kau akan menepati janji untuk membatalkan perjodohan Freya dengan pangeran Alucard kemudian setuju untuk menikahkan Freya denganku?"
"Tentu. Meskipun kita tau bahwa itu takkan pernah terjadi. Hanya keberuntungan yang bisa menyelamatkanmu, Zilong". Tigreal beranjak dengan hati yang cukup senang, menurutnya keputusan Zilong justru mempermudahnya untuk memisahkan Zilong dengan putrinya.
****
Freya mondar mandir tak tenang di kamarnya, sebelum tiba-tiba ada sekelebat bayangan hitam masuk dikamarnya. "Freya!", dan dalam sesaat seorang pria bersosok ninja muncul dari bayangan itu.
"Hayabusa? kau sangat tidak sopan"
"Kau sendiri mengapa tidak menutup jendela sudah malam begini? Berencana ingin melarikan diri kah?
"Diamlah!"
Benar, Freya hampir hilang akal. Dia sangat tidak menyukai kesepakatan antara Ayah dan kekasinnya.
"Ikutlah denganku. Zilong ingin menemuimu". Freya mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka sudah menghilang dari kamar tersebut.
***
"Zilong...", Freya memeluk kekasihnya dengan erat.
"Hei, jangan menangis. Menangis tidak ada dalam kamus hidupmu, bukan?"
"Jangan pergi, aku mohon. Kaum peri saja tidak mempu mengalahkan mereka, apalagi kau yang hanya seorang ksatria? Kau tidak akan berhasil. Kau akan mati sia-sia disana!"
"Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, Frey. Aku mau kau percaya padaku. Jikapun nanti aku memang harus gugur di medan perang, maka kurasa lebih baik begitu, lebih baik maut yang memisahkan kita daripada aku harus diam melihatmu dipersunting pria lain". Kalimat panjang Zilong seketika membuat Freya meneteskan airmata dan kembali memeluk erat pria tampan yang sangat ia cintai itu.
"ironis sekali...." desis Hayabusa yang kehadirannya tak dianggap oleh sepasang kekasih tersebut.
"Percayalah padaku. Aku akan berusaha sekuat tenaga, demi cinta kita."
Dengan berat hati Freya menganggukkan kepalanya, ia menghapus air mata dipipinya lalu mencoba untuk tersenyum, "Baiklah, doaku menyertaimu. Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat"
"Kita sama-sama tau bahwa aku tidak bisa menjanjikan hal itu, Frey"
Freya kembali terisak, dan Zilong memeluknya, "Percayalah semua akan baik-baik saja. Aku mencintaimu".
"Aku mencintaimu".
Hayabusa bergeming, "adakah yang mencintaiku?" benaknya.
Malam kian larut, suara jangkrik semakin riuh menemani haru pilu sepasang kekasih itu.
"Aku harus segera pergi. Kau pulanglah, tidurlah yang nyenyak. Jangan khawatirkan aku. Hayabusa akan mengantarkanmu".
Zilong mengecup mesra kening gadis berambut biru itu. Lalu pergi dan menghilang ditengah gelap malam.
Dengan cepat Hayabusa menggunakan jurus bayangannya dan sesaat mereka sudah tiba di kamar Freya lagi. "Selamat tidur" ucapnya sebagai perpisahan, namun belum sempat ia mengeluarkan jurus untuk menghilang, Freya menahannya.
"Hayabusa, bantulah aku. Kabari aku mengenai apapun yang terjadi pada Zilong dan pasukannya di perbatasan. Setiap hari."
Hayabusa menghela napas, "Sungguh merepotkan. Tapi baiklah". ia siap-siap mengeluarkan jurus sebelum mengucap kalimat terakhir, "Hei, kau harus percaya pada Zilong.", ia menutup kalimatnya dengan senyum lalu menghilang.
***
Sementara itu di istana...
Alucard berdiri sendiri di beranda kamarnya yang megah menatap lurus ke pepohonan yang jauh diluar tembok pagar istana, tapi sepertinya ia tak benar-benar sendirian.
"Berhentilah bersembunyi, Nat." ucapnya tanpa berpaling.
"Oops. Ketahuan", Natali seketika muncul berdiri di sebelah Alucard yang terlihat galau. "Bukankah kau mau menikah, kenapa murung begini?"
"Freya sudah pasti menolak perjodohan ini. Kita semua tau bahwa dia sangat mencintai Zilong"
"Tapi perjodohan ini kan perintah Raja dan jendral Tigreal, aku yakin Freya tidak akan melawan Raja, apalagi melawan ayahnya sendiri"
"Aku cukup mengenal Freya dengan baik. Aku cukup tau bagaimana dia mencintai Zilong dengan sangat. Dia pasti menentang perjodohan ini. Lagi pula, meskipun aku mencintainya, aku tak tega jika harus memaksanya menikah dengan ku, karena menikah dengan pria yang tak dicintai pasti akan membuatnya tersiksa seumur hidup. Aku tak mau itu terjadi, Nat"
Natali terdiam, ia salut dengan ucapan sang pangeran yang sudah seperti sahabatnya, sedikit kasihan juga.
"Tok tok tok", seseorang mengetuk pintu dari luar kamar. "Pangeran, ini aku, Kagura", kata seorang wanita yang tadi megetuk pintu.
"Masuklah", sahut Alucard.
Lalu gadis mungil berambut putih dengan balutan kimono berwarna biru muncul dari balik pintu dan berjalan menghampiri Alucard dan Natali di beranda kamar.
"Pangeran, Jendral Tigreal sedang menemui baginda Raja. Kiranya mungkin kau perlu mengetahui hal ini?"
"Oh ya? Setahu ku tidak ada janji pertemuan"
"Mungkin sebaiknya kau menyusul, siapa tau membicarakan hal penting mengenai perjodohanmu dengan Freya", gagas Natali.
Dan mereka bergegas menuju ruangan dimana Raja Estes dan Jendral Tigreal berada.
****
"Lantas bagaimana jika Zilong berhasil mengalahkan Balmond dan pasukannya?" hentak Estes dengan nada sedikit marah.
"Tenang baginda, itu sungguh tidak mungkin. Saya yakin Zilong dan pasukannya takkan berhasil. Kita sudah pernah kirimkan pasukan terbaik kita namun mereka semua gagal dan gugur dalam perang. Sangat kecil kemungkinan Zilong akan kembali dengan selamat, baginda".
"Meskipun 0,01% itu tetaplah kemungkinan. Selalu ada kemungkinan bahwa Zilong akan memenangkan perperangan disana."
"Baginda, anda tidak perlu khawatir. Saya psstikan pernikahan Freya dan Pangeran Alucard tidak akan dibatalkan meskipun Zilong kembali dengan selamat"
"Saya tidak setuju!" Alucard yang sedari tadi sudah mendengar percakapan langsung menyela kalimat Tigreal yang belum sepenuhnya usai. "Maaf saya menyela, tapi saya tidak akan menikahi Freya dengan cara seperti itu, Jendral", lanjut Alucard setelah sesaat menundukkan kepalanya sebagai salam hormat. Sementara Natali dan Kagura berdiri diam dibalik pintu, mendengarkan pembicaraan yang tak seharusnya mereka dengarkan itu.
"Alucard, pernikahanmu dan Freya akan tetap terlaksana. Ingat itu adalah permintaan terakhir ibumu dan aku sudah berjanji untuk memenuhinya." Sahut Estes.
"Tapi ayahanda, Jendral Tigreal sudah melakukan perjanjian yang lain dengan Zilong. Sangatlah tidak pantas jika beliau tidak mengikuti perjanjian itu sebagaimana mestinya."
Tigreal terdiam, sesunggugnya ia pun mulai khawatir jika benar Zilong berhasil mengalahkan Balmond dan pasukannya, itu berarti dia sudah membuat raja kecewa.
"Lagi pula, mungkin memang sebaiknya pernikahan itu tidak pernah terjadi. Karena meskipun saya sangat mencintai Freya dari dulu, memaksanya untuk menikah dengan saya, saya yakin hanya akan menyakitinya. Saya tidak ingin itu terjadi, saya tidak ingin menyakitinya".
Mendengar kalimat panjang Alucard, Estes menghela napas dan memejamkan mata, sesaat bayangan mendiang ratu Aurora muncul di benaknya "ia benar-benar persis seperti ibunya, tidak ingin menyakiti orang lain meski sedikit", pikirnya.
"Baiklah." Estes bangkit berdiri berniat beranjak meninggalkan ruangan. "Kita tunggu sampai ada kabar mengenai Zilong dan pasukannya", ia pun berlalu keluar ruangan.
Kagura yang menyadari langkah kaki sang Raja langsung buru-buru mencari tempat bersembunyi, sementara natali cukup mengeluarkan jurus menghilangnya. Tak lama setelah Estes berlalu, mereka pun masuk ke ruangan yang hanya tersisa Alucard dan Tigreal di dalamnya.
"Pangeran, kata-katamu sungguh membuatku terenyuh. Kau sangat mirip dengan mendiang Ratu Aurora. Tapi satu hal yang perlu kau pahami...", Tigreal berjalan mendekati Alucard lalu memegang pundaknya. "Orang yang mencintai takkan menyakiti orang yang dicintainya dan pasti akan berusaha menemukan cara untuk membuatnya berbalik dicintai". Tigreal tersenyum simpul lalu meninggalkan ruangan.
Alucard pun langsung bergegas meninggalkan ruangan "aku mau menemui Raja", ucapnya ketika berpaspasan dengan Natali dan Kagura.
"Begini rasanya patah hati", desis Kagura.
"Sabar ya", sahut Natali sambil menepuk pundak Kagura. "Aku kan sudah pernah memperingatimu, kita disini untuk menjaga istana dan isinya, bukan untuk jatuh cinta. Jadi berhentilah mencintai".
"Tapi jatuh cinta itu bukan hal yang direncanakan, Nat. Bukan kehendakku untuk mencintai Pangeran. Dan kehadiran cinta juga tak bisa ditolak. Sementara memusnahkannya butuh waktu yang tak sebentar." Gumam Kagura sambil tersenyum miris.
"Ya ya. Terserah apa katamu. Ngomong-ngomong, dimana payungmu?"
"Lagi dipinjam sama paman Bane".
***
---Bersambung---
Part 2 klik disini
Bantu share ya biar penulis semangat ngelanjutinnya hihihi
"Selesaikan hubunganmu dengan Zilong, Raja Estes sudah setuju untuk menjodohkanmu dengan anaknya, Pangeran Alucard"
"Tapi ayah...."
"Keputusanku sudah bulat", Tigreal bangkit dan meninggalkan putrinya, Freya yang mulai kebingungan.
Freya tersedu tanpa meneteskan airmata, karena menangis bukanlah kebiasaanya.
Keesokan harinya, Zilong memberanikan diri menghadap sang Jendral demi mempertahankan cintanya. Ia berlutut dihadapan Tigreal dengan penuh asa. "Kumohon Jendral, setidaknya beri satu syarat jika memang diharuskan, aku akan memenuhi syarat tersebut. Tolong, jangan pisahkan aku dan putrimu"
"Kau yakin dengan permintaanmu, ksatria?"
"Apapun itu asalkan bisa membuatmu menyetujui hubungan kami"
"Baiklah", Tigreal jalan mendekati Zilong yang mulai berdiri tegak. "Ada satu syarat".
Freya diam-diam menguping dibalik pintu, dengan hati yang risau. "Syarat itu pastinya tidak akan bisa dipenuhi oleh Zilong", benaknya.
"Kau tau bukan di perbatasan sedang ada perang besar dan kaum Peri tengah berupaya mencegah pasukan Balmond untuk masuk ke negri ini". Tigreal menatap tajam ke arah Zilong yg tak terlihat gentar dengan kalimat tersebut. "Pergilah kesana, kalahkan Balmond dan semua pasukannya tanpa tersisa seorang pun".
Zilong terbelak sedikit kaget, ia menghela napas dan mengalihkan pandangan dari tatapan Tigreal. "Sudah pasti aku akan mati jika pergi kesana", bisiknya dalam hati.
"TIDAK!", Freya berlari menghampiri dua pria yang sama-sama dicintainya itu. "Ayah, aku mohon. Jangan berikan syarat itu. Itu terlalu mustahil."
"Kekasihmu yang meminta syarat, aku hanya mengabulkannya"
"Zilong, jangan lakukan itu. Kumohon." Freya menggenggam erat kedua tangan Zilong seolah tak ingin melepasnya lagi, namun hanya perlu sepersekian detik bagi Tigreal untuk menarik putrinya menjauh dari ksatria tersebut.
"Aku tau kau takkan mau melakukannya. Jadi enyahlah, biarkan putriku bahagia dengan pangeran Alucard".
Belum ada lima langkah Tigreal menarik freya keluar ruangan, suara Zilong menghentikan mereka, "Aku menyetujui persyaratanmu, Jendral". ucapnya lantang.
"Huh?", Tigreal tersenyum sinis, anak ini benar-benar bodoh, pikirnya.
"Ayah kumohon, jangan seperti ini." Freya berusaha menggoyahkan hati Tigreal namun sia-sia.
"Masuklah ke kamarmu, Freya". Dan dua dayang-dayang langsung mengantarkan Freya menuju kamarnya sementara Zilong masih berdiri di ruangan tersebut dengan penuh keberanian.
"Baiklah. Siapkan pasukanmu. Pergilah esok sebelum matahari terbit. Dan jangan pernah sesali keputusanmu anak muda"
"Jika aku berhasil mengalahkan Balmond dan pasukannya, apakah kau akan menepati janji untuk membatalkan perjodohan Freya dengan pangeran Alucard kemudian setuju untuk menikahkan Freya denganku?"
"Tentu. Meskipun kita tau bahwa itu takkan pernah terjadi. Hanya keberuntungan yang bisa menyelamatkanmu, Zilong". Tigreal beranjak dengan hati yang cukup senang, menurutnya keputusan Zilong justru mempermudahnya untuk memisahkan Zilong dengan putrinya.
****
Freya mondar mandir tak tenang di kamarnya, sebelum tiba-tiba ada sekelebat bayangan hitam masuk dikamarnya. "Freya!", dan dalam sesaat seorang pria bersosok ninja muncul dari bayangan itu.
"Hayabusa? kau sangat tidak sopan"
"Kau sendiri mengapa tidak menutup jendela sudah malam begini? Berencana ingin melarikan diri kah?
"Diamlah!"
Benar, Freya hampir hilang akal. Dia sangat tidak menyukai kesepakatan antara Ayah dan kekasinnya.
"Ikutlah denganku. Zilong ingin menemuimu". Freya mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka sudah menghilang dari kamar tersebut.
***
"Zilong...", Freya memeluk kekasihnya dengan erat.
"Hei, jangan menangis. Menangis tidak ada dalam kamus hidupmu, bukan?"
"Jangan pergi, aku mohon. Kaum peri saja tidak mempu mengalahkan mereka, apalagi kau yang hanya seorang ksatria? Kau tidak akan berhasil. Kau akan mati sia-sia disana!"
"Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini, Frey. Aku mau kau percaya padaku. Jikapun nanti aku memang harus gugur di medan perang, maka kurasa lebih baik begitu, lebih baik maut yang memisahkan kita daripada aku harus diam melihatmu dipersunting pria lain". Kalimat panjang Zilong seketika membuat Freya meneteskan airmata dan kembali memeluk erat pria tampan yang sangat ia cintai itu.
"ironis sekali...." desis Hayabusa yang kehadirannya tak dianggap oleh sepasang kekasih tersebut.
"Percayalah padaku. Aku akan berusaha sekuat tenaga, demi cinta kita."
Dengan berat hati Freya menganggukkan kepalanya, ia menghapus air mata dipipinya lalu mencoba untuk tersenyum, "Baiklah, doaku menyertaimu. Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat"
"Kita sama-sama tau bahwa aku tidak bisa menjanjikan hal itu, Frey"
Freya kembali terisak, dan Zilong memeluknya, "Percayalah semua akan baik-baik saja. Aku mencintaimu".
"Aku mencintaimu".
Hayabusa bergeming, "adakah yang mencintaiku?" benaknya.
Malam kian larut, suara jangkrik semakin riuh menemani haru pilu sepasang kekasih itu.
"Aku harus segera pergi. Kau pulanglah, tidurlah yang nyenyak. Jangan khawatirkan aku. Hayabusa akan mengantarkanmu".
Zilong mengecup mesra kening gadis berambut biru itu. Lalu pergi dan menghilang ditengah gelap malam.
Dengan cepat Hayabusa menggunakan jurus bayangannya dan sesaat mereka sudah tiba di kamar Freya lagi. "Selamat tidur" ucapnya sebagai perpisahan, namun belum sempat ia mengeluarkan jurus untuk menghilang, Freya menahannya.
"Hayabusa, bantulah aku. Kabari aku mengenai apapun yang terjadi pada Zilong dan pasukannya di perbatasan. Setiap hari."
Hayabusa menghela napas, "Sungguh merepotkan. Tapi baiklah". ia siap-siap mengeluarkan jurus sebelum mengucap kalimat terakhir, "Hei, kau harus percaya pada Zilong.", ia menutup kalimatnya dengan senyum lalu menghilang.
***
Sementara itu di istana...
Alucard berdiri sendiri di beranda kamarnya yang megah menatap lurus ke pepohonan yang jauh diluar tembok pagar istana, tapi sepertinya ia tak benar-benar sendirian.
"Berhentilah bersembunyi, Nat." ucapnya tanpa berpaling.
"Oops. Ketahuan", Natali seketika muncul berdiri di sebelah Alucard yang terlihat galau. "Bukankah kau mau menikah, kenapa murung begini?"
"Freya sudah pasti menolak perjodohan ini. Kita semua tau bahwa dia sangat mencintai Zilong"
"Tapi perjodohan ini kan perintah Raja dan jendral Tigreal, aku yakin Freya tidak akan melawan Raja, apalagi melawan ayahnya sendiri"
"Aku cukup mengenal Freya dengan baik. Aku cukup tau bagaimana dia mencintai Zilong dengan sangat. Dia pasti menentang perjodohan ini. Lagi pula, meskipun aku mencintainya, aku tak tega jika harus memaksanya menikah dengan ku, karena menikah dengan pria yang tak dicintai pasti akan membuatnya tersiksa seumur hidup. Aku tak mau itu terjadi, Nat"
Natali terdiam, ia salut dengan ucapan sang pangeran yang sudah seperti sahabatnya, sedikit kasihan juga.
"Tok tok tok", seseorang mengetuk pintu dari luar kamar. "Pangeran, ini aku, Kagura", kata seorang wanita yang tadi megetuk pintu.
"Masuklah", sahut Alucard.
Lalu gadis mungil berambut putih dengan balutan kimono berwarna biru muncul dari balik pintu dan berjalan menghampiri Alucard dan Natali di beranda kamar.
"Pangeran, Jendral Tigreal sedang menemui baginda Raja. Kiranya mungkin kau perlu mengetahui hal ini?"
"Oh ya? Setahu ku tidak ada janji pertemuan"
"Mungkin sebaiknya kau menyusul, siapa tau membicarakan hal penting mengenai perjodohanmu dengan Freya", gagas Natali.
Dan mereka bergegas menuju ruangan dimana Raja Estes dan Jendral Tigreal berada.
****
"Lantas bagaimana jika Zilong berhasil mengalahkan Balmond dan pasukannya?" hentak Estes dengan nada sedikit marah.
"Tenang baginda, itu sungguh tidak mungkin. Saya yakin Zilong dan pasukannya takkan berhasil. Kita sudah pernah kirimkan pasukan terbaik kita namun mereka semua gagal dan gugur dalam perang. Sangat kecil kemungkinan Zilong akan kembali dengan selamat, baginda".
"Meskipun 0,01% itu tetaplah kemungkinan. Selalu ada kemungkinan bahwa Zilong akan memenangkan perperangan disana."
"Baginda, anda tidak perlu khawatir. Saya psstikan pernikahan Freya dan Pangeran Alucard tidak akan dibatalkan meskipun Zilong kembali dengan selamat"
"Saya tidak setuju!" Alucard yang sedari tadi sudah mendengar percakapan langsung menyela kalimat Tigreal yang belum sepenuhnya usai. "Maaf saya menyela, tapi saya tidak akan menikahi Freya dengan cara seperti itu, Jendral", lanjut Alucard setelah sesaat menundukkan kepalanya sebagai salam hormat. Sementara Natali dan Kagura berdiri diam dibalik pintu, mendengarkan pembicaraan yang tak seharusnya mereka dengarkan itu.
"Alucard, pernikahanmu dan Freya akan tetap terlaksana. Ingat itu adalah permintaan terakhir ibumu dan aku sudah berjanji untuk memenuhinya." Sahut Estes.
"Tapi ayahanda, Jendral Tigreal sudah melakukan perjanjian yang lain dengan Zilong. Sangatlah tidak pantas jika beliau tidak mengikuti perjanjian itu sebagaimana mestinya."
Tigreal terdiam, sesunggugnya ia pun mulai khawatir jika benar Zilong berhasil mengalahkan Balmond dan pasukannya, itu berarti dia sudah membuat raja kecewa.
"Lagi pula, mungkin memang sebaiknya pernikahan itu tidak pernah terjadi. Karena meskipun saya sangat mencintai Freya dari dulu, memaksanya untuk menikah dengan saya, saya yakin hanya akan menyakitinya. Saya tidak ingin itu terjadi, saya tidak ingin menyakitinya".
Mendengar kalimat panjang Alucard, Estes menghela napas dan memejamkan mata, sesaat bayangan mendiang ratu Aurora muncul di benaknya "ia benar-benar persis seperti ibunya, tidak ingin menyakiti orang lain meski sedikit", pikirnya.
"Baiklah." Estes bangkit berdiri berniat beranjak meninggalkan ruangan. "Kita tunggu sampai ada kabar mengenai Zilong dan pasukannya", ia pun berlalu keluar ruangan.
Kagura yang menyadari langkah kaki sang Raja langsung buru-buru mencari tempat bersembunyi, sementara natali cukup mengeluarkan jurus menghilangnya. Tak lama setelah Estes berlalu, mereka pun masuk ke ruangan yang hanya tersisa Alucard dan Tigreal di dalamnya.
"Pangeran, kata-katamu sungguh membuatku terenyuh. Kau sangat mirip dengan mendiang Ratu Aurora. Tapi satu hal yang perlu kau pahami...", Tigreal berjalan mendekati Alucard lalu memegang pundaknya. "Orang yang mencintai takkan menyakiti orang yang dicintainya dan pasti akan berusaha menemukan cara untuk membuatnya berbalik dicintai". Tigreal tersenyum simpul lalu meninggalkan ruangan.
Alucard pun langsung bergegas meninggalkan ruangan "aku mau menemui Raja", ucapnya ketika berpaspasan dengan Natali dan Kagura.
"Begini rasanya patah hati", desis Kagura.
"Sabar ya", sahut Natali sambil menepuk pundak Kagura. "Aku kan sudah pernah memperingatimu, kita disini untuk menjaga istana dan isinya, bukan untuk jatuh cinta. Jadi berhentilah mencintai".
"Tapi jatuh cinta itu bukan hal yang direncanakan, Nat. Bukan kehendakku untuk mencintai Pangeran. Dan kehadiran cinta juga tak bisa ditolak. Sementara memusnahkannya butuh waktu yang tak sebentar." Gumam Kagura sambil tersenyum miris.
"Ya ya. Terserah apa katamu. Ngomong-ngomong, dimana payungmu?"
"Lagi dipinjam sama paman Bane".
***
---Bersambung---
Part 2 klik disini
Bantu share ya biar penulis semangat ngelanjutinnya hihihi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for read and please leave a comment :)