Kami belum berteman lama…
Tapi intinya kami berteman.
“Ciyye yang baru jadian, congrats ya! Moga langgeng dan gak
galau lagi yah non….” Begitu kata Arrant ketika kuberitahu bahwa aku baru saja
melepas masa jombloku, sebulan yang lalu.
Aku dan Arrant belum berteman lama, kami kebetulan dekat
karena tuntutan tugas yang mengharuskan kami untuk berkerjasama. Tapi entah
kenapa saat aku bersamanya rasanya ia tidak seperti teman baru bagiku, tapi
seperti sudah lama kukenal. Mungkin factor dari kemahirannya dalam bergaul.
Arrant termasuk tipikal cowok yang gampang berbaur dengan siapapun, mungkin itu
alasan kenapa aku tak merasa seperti ‘teman baru’.
Arrant punya pacar, setidaknya itu yang aku tahu sejak kami
mulai berteman. Dan sekarang aku juga sudah punya pacar, Dani namanya.
Aku mengenal Dani melalui situs jejaring social Twitter,
sekitar beberapa kali bertemu dan jalan bareng akhirnya kami jadian. Entahlah
bagaimana hubungan itu bisa terjalin begitu saja. Intinya sekarang aku sudah
tidak jomblo. Tapi, entah kenapa pula akhir-akhir ini aku sering merasa ada
yang aneh saat bersama Arrant….
“Ngelamun mulu! Mikirin apa hayooo???” Arrant mengagetkanku.
Ia selalu saja begitu, suka tiba-tiba muncul.
“Ga mikirin apa-apa kok”
“halah, bohong. Itu tampang galau gitu masa ga mikir
apa-apa….”
“kalo gue bilang gue mikirin lo, lo bakal percaya gak?”
Hening sesaat….
Kemudian ia tertawa,
“hahahaha, emang gue pacar lo pake dipikir-pikir segala.”
Dan aku pun ikut tertawa tanpa ingin melanjutkan bahasan
tersebut. Tapi, iya juga sih. Kenapa dari tadi aku mikirin Arrant? Kenapa ga
mikirin Dani aja?
Sudah kubilang, ada yang aneh.
_____
3 jam berlalu begitu saja. Suasana caffe yang berlokasi
tepat di depan kampus tempat aku dan Arrant menuntut ilmu sudah mulai sepi. Jam
yang melingkar dipergelanganku menunjukkan pukul 11 malam. Dan Arrant masih
terlihat serius mengerjakan tugas yang harusnya kami kerjakan bersama. Tapi apa
boleh buat, aku tak mengerti tugas tersebut. Beruntung partner-ku adalah
Arrant, jika orang lain mungkin aku sudah dilaporkan ke dosen yang bersangkutan
karena setiap kali janjian buat ngerjain tugas sebenarnya aku tak ikut
mengerjakannya, tapi hanya menemani. Dan aku senang bisa menemani Arrant….
“Gue ngantuk.” Desisku perlahan sambil membolak-balikkan lembar-lembar
halaman buku paket setebal 3 cm yang tak kubaca sama sekali.
Arrant melirik ke arahku sambil membetulkan kacamatanya,
hanya sesaat, kemudian ia kembali memencet-mencet tombol-tombol di laptopnya.
Ya aku tahu ia masih serius mengerjakan tugas itu. “yaudah yuk balik”, katanya.
Dan ternyata dia sudah mematikan laptopnya. “kirain masih
ngerjain tugasnya…” desisku lagi.
“Ya ada tugas yang lebih penting yang harus gue lakukan
sekarang”
“apaan?”
“nganterin lo balik ke kost-an nooooonnn”, cetusnya sambil
memasukkan buku-buku ke dalam tasnya. Aku tertawa.
“tugas penting? Pentingan mana sama ngajakkin pacar lo buat
jalan?”
“sebenarnya sih ngajak pacar gue jalan itu lebih penting
dari apapun, tapi berhubung gue lagi ga punya pacar ya berarti sekarang lebih
penting nganterin lo pulang” Arrant bercuap-cuap tanpa menatapku.
Ga punya pacar?
“Lo putus?” tanyaku heran
“Udah ah, yuk jalan”
Arrant langsung berjalan menuju parkiran, meninggalkan
pembicaraan seolah ia tak mau membahas lebih lanjut mengenai hubungannya dengan
pacarnya, sementara aku masih sedikit penasaran, apa benar ia sudah putus dengan pacarnya? Kok aku
ga tau? Kok dia ga ngasih tau? Kok bisa putus?
Sepanjang perjalanan menuju kost-an ku, kami sama sekali tak
berbicara sedikitpun. Tiba-tiba aku merasa enggan untuk bertanya lebih jauh mengenai status hubungannya, namun entah
kenapa rasanya aku sangat ingin tahu. Apa benar ia sudah putus?
Tak makan banyak waktu, 15 menit kemudian aku tiba di
kost-an. Dan aku langsung menyuruhnya pulang karena malam semakin larut.
“Kalo udah nyampe rumah kabarin gue ya. Thanks.”
“sip..” ia pun berlalu.
Ya Tuhan, kenapa aku sangat ingin tahu mengenai kepastian
hubugan Arrant dengan pacarnya.
____
Hubunganku dan Dani sudah berjalan hampir 2 bulan, dan sudah
10x hampir putus tapi tak putus-putus.
Dani itu tipe cowok cuek, ia berbeda jauh dengan Arrant yang
sangat perhatian. Dani sangat jarang mengabariku, tak jarang aku merasa seperti
tak punya pacar. Well, aku kesepian dalam hubungan ini. Dan kehadiran Arrant
sangat membuatku nyaman.
Tapi akhir-akhir ini aku dan Arrant jarang bersama, tugas
yang tadinya ‘mendekatkan’ kami sudah nyaris selesai, siap dikumpulkan minggu
depan. Dan entahlah kenapa aku merasa Arrant seperti sengaja menjauhiku.
Mungkin itu wajar karena memang alasan kami untuk dekat adalah tugas itu, dan
saat tugas tersebut selesai maka Arrant pun menyelesaikan kedekatan kami. Lalu
aku harus bagaimana? Semakin lama aku semakin menyadari bahwa aku merasa nyaman
bersamanya. Disisi lain aku tak bisa melakukan apapun karena memang aku punya
Dani, dan Arrant pun mungkin hanya menganggapku tak lebih dari teman biasa.
Aku sayang sama Dani, tapi aku lebih nyaman bersama Arrant.
Hal ini kusadari saat Arrant sudah menjauh….
“Ngelamun mulu!” Arrant mengagetkanku. Semua lamunanku
buyar. Selalu saja ia tiba-tiba muncul disaat aku sedang terlarut dalam
lamunan.
“Arrant lo kemana aja sih?” pertanyaan itu muncul begitu
saja saat aku melihatnya, spontan.
“Kenapa? Kangen ya? Hehehe”
“emangnya kalo gue bilang ia, lo bakal bilang lo juga kangen
sama gue?”
“pengennya sih gitu, tapi gue takut ah ngangenin pacar
orang”
Hening…..
Kemudian ia tertawa dengan tawanya yang khas…
“hahahahahahah!”
“ga lucu”
Arrant langsung mengehentikan tawanya, wajahku mengerut.
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa kesal.
“Lo kenapa sih? Ada masalah sama Dani?”
“Gue mau putus aja sama dia”
“Loh, kenapa? Baru juga 2 bulan jadian….”
“gue gak nyaman, Rant, gue…” gue lebih nyaman sama lo.
Kalimat itu hanya berlanjut dalam hatiku.
Gak, aku belum siap untuk bicara seperti itu di depan Arrant.
Aku takut, takut responnya tak seperti yang aku harapkan.
“Gue pengen sendiri aja”, lanjutku dengan intonasi melemah.
“Yaelah noon masa belum apa-apa udah nyerah sih. Namanya
juga pacaran ya harus ada rintangannya. Kalo mulus-mulus aja malah ngebosenin.
Kenapa sih lo ga jalani dulu aja, jangan ambil keputusan buru-buru gitu. Soal
nyaman atau gak nyaman itu tergantung gimana lo menempatkan diri waktu bareng
dia.”
“tapi gimana kalo posisinya gue lebih ngerasa nyaman sama
orang lain?” bantahku. “Lo gak ngerti Rant…”
Aku pergi meninggalkannya di caffe itu. Pikirianku
berkecamuk. Rasanya aku ingin bilang bahwa aku mencintainya. Aku ingin
bersamanya. Dia orang yang selalu ada dalam pikiranku, dalam lamunanku, bukan
Dani! Aku ingin dia tahu tentang semua itu. Tapi, aku takut. Aku takut dia
hanya menganggapku tak lebih dari sekedar teman biasa. Aku takut tak mendapat
respon seperti yang aku harapkan. Aku bingung. Arrant, gue suka sama lo.
Sebenarnya Arrant tahu persis bagaimana kondisi hubunganku
dengan Dani, karena hampir setiap hal aku ceritakan padanya. Tapi entah kenapa
ia selalu memintaku untuk bertahan. Dan kali ini aku sudah muak. Aku tak mau
lagi mendengar ceramahnya. Aku capek terus-terusan bertahan dengan Dani. Dan
secara tak langsung semua ini membuatku merasa bahwa Arrant tak sedikitpun
memiliki perasaan terhadapku. Semua nasehatnya seolah ingin agar aku tetap
bersama Dani.
Sekarang aku harus bagaimana? Aku tak bisa terus bertahan
dengan Dani, namun juga tak punya keberanian untuk mengakui perasaanku pada
Arrant.
Rasanya aku ingin pergi yang jauh dari kenyataan ini.
Tuhan, bantu aku…. Hapus perasaanku pada Arrant jika memang
kami tak mungkin bersama.
Dan buatlah aku merasa nyaman bersama Dani jika memang
begitulah kehendakMu….
Tapi, ini sulit…. Aku menyayangi Arrant….
cerpen ini dibuat dalam keadaan ngantuk, maaf kalo terlalu singkat dan mungkin kurang bagus... heheheh
Btw thanks yah uda mau mampir :)
*Baca juga yah cerpen lainnya klik disini
hehe
BalasHapus