Minggu, 30 September 2012

Sekedar Rasa Terpendam


Kami belum berteman lama…
Tapi intinya kami berteman.

“Ciyye yang baru jadian, congrats ya! Moga langgeng dan gak galau lagi yah non….” Begitu kata Arrant ketika kuberitahu bahwa aku baru saja melepas masa jombloku, sebulan yang lalu.

Aku dan Arrant belum berteman lama, kami kebetulan dekat karena tuntutan tugas yang mengharuskan kami untuk berkerjasama. Tapi entah kenapa saat aku bersamanya rasanya ia tidak seperti teman baru bagiku, tapi seperti sudah lama kukenal. Mungkin factor dari kemahirannya dalam bergaul. Arrant termasuk tipikal cowok yang gampang berbaur dengan siapapun, mungkin itu alasan kenapa aku tak merasa seperti ‘teman baru’.


Arrant punya pacar, setidaknya itu yang aku tahu sejak kami mulai berteman. Dan sekarang aku juga sudah punya pacar, Dani namanya.

Aku mengenal Dani melalui situs jejaring social Twitter, sekitar beberapa kali bertemu dan jalan bareng akhirnya kami jadian. Entahlah bagaimana hubungan itu bisa terjalin begitu saja. Intinya sekarang aku sudah tidak jomblo. Tapi, entah kenapa pula akhir-akhir ini aku sering merasa ada yang aneh saat bersama Arrant….

“Ngelamun mulu! Mikirin apa hayooo???” Arrant mengagetkanku. Ia selalu saja begitu, suka tiba-tiba muncul.

“Ga mikirin apa-apa kok”

“halah, bohong. Itu tampang galau gitu masa ga mikir apa-apa….”

“kalo gue bilang gue mikirin lo, lo bakal percaya gak?”
Hening sesaat….
Kemudian ia tertawa,
“hahahaha, emang gue pacar lo pake dipikir-pikir segala.”
Dan aku pun ikut tertawa tanpa ingin melanjutkan bahasan tersebut. Tapi, iya juga sih. Kenapa dari tadi aku mikirin Arrant? Kenapa ga mikirin Dani aja?

Sudah kubilang, ada yang aneh.
_____

3 jam berlalu begitu saja. Suasana caffe yang berlokasi tepat di depan kampus tempat aku dan Arrant menuntut ilmu sudah mulai sepi. Jam yang melingkar dipergelanganku menunjukkan pukul 11 malam. Dan Arrant masih terlihat serius mengerjakan tugas yang harusnya kami kerjakan bersama. Tapi apa boleh buat, aku tak mengerti tugas tersebut. Beruntung partner-ku adalah Arrant, jika orang lain mungkin aku sudah dilaporkan ke dosen yang bersangkutan karena setiap kali janjian buat ngerjain tugas sebenarnya aku tak ikut mengerjakannya, tapi hanya menemani. Dan aku senang bisa menemani Arrant….

“Gue ngantuk.” Desisku perlahan sambil membolak-balikkan lembar-lembar halaman buku paket setebal 3 cm yang tak kubaca sama sekali.

Arrant melirik ke arahku sambil membetulkan kacamatanya, hanya sesaat, kemudian ia kembali memencet-mencet tombol-tombol di laptopnya. Ya aku tahu ia masih serius mengerjakan tugas itu. “yaudah yuk balik”, katanya.

Dan ternyata dia sudah mematikan laptopnya. “kirain masih ngerjain tugasnya…” desisku lagi.

“Ya ada tugas yang lebih penting yang harus gue lakukan sekarang”

“apaan?”

“nganterin lo balik ke kost-an nooooonnn”, cetusnya sambil memasukkan buku-buku ke dalam tasnya. Aku tertawa.

“tugas penting? Pentingan mana sama ngajakkin pacar lo buat jalan?”

“sebenarnya sih ngajak pacar gue jalan itu lebih penting dari apapun, tapi berhubung gue lagi ga punya pacar ya berarti sekarang lebih penting nganterin lo pulang” Arrant bercuap-cuap tanpa menatapku.

Ga punya pacar?

“Lo putus?” tanyaku heran

“Udah ah, yuk jalan”

Arrant langsung berjalan menuju parkiran, meninggalkan pembicaraan seolah ia tak mau membahas lebih lanjut mengenai hubungannya dengan pacarnya, sementara aku masih sedikit penasaran, apa  benar ia sudah putus dengan pacarnya? Kok aku ga tau? Kok dia ga ngasih tau? Kok bisa putus?

Sepanjang perjalanan menuju kost-an ku, kami sama sekali tak berbicara sedikitpun. Tiba-tiba aku merasa enggan untuk bertanya lebih  jauh mengenai status hubungannya, namun entah kenapa rasanya aku sangat ingin tahu. Apa benar ia sudah putus?

Tak makan banyak waktu, 15 menit kemudian aku tiba di kost-an. Dan aku langsung menyuruhnya pulang karena malam semakin larut.

“Kalo udah nyampe rumah kabarin gue ya. Thanks.”

“sip..” ia pun berlalu.
Ya Tuhan, kenapa aku sangat ingin tahu mengenai kepastian hubugan Arrant dengan pacarnya.

____

Hubunganku dan Dani sudah berjalan hampir 2 bulan, dan sudah 10x hampir putus tapi tak putus-putus.

Dani itu tipe cowok cuek, ia berbeda jauh dengan Arrant yang sangat perhatian. Dani sangat jarang mengabariku, tak jarang aku merasa seperti tak punya pacar. Well, aku kesepian dalam hubungan ini. Dan kehadiran Arrant sangat membuatku nyaman.

Tapi akhir-akhir ini aku dan Arrant jarang bersama, tugas yang tadinya ‘mendekatkan’ kami sudah nyaris selesai, siap dikumpulkan minggu depan. Dan entahlah kenapa aku merasa Arrant seperti sengaja menjauhiku. Mungkin itu wajar karena memang alasan kami untuk dekat adalah tugas itu, dan saat tugas tersebut selesai maka Arrant pun menyelesaikan kedekatan kami. Lalu aku harus bagaimana? Semakin lama aku semakin menyadari bahwa aku merasa nyaman bersamanya. Disisi lain aku tak bisa melakukan apapun karena memang aku punya Dani, dan Arrant pun mungkin hanya menganggapku tak lebih dari teman biasa.

Aku sayang sama Dani, tapi aku lebih nyaman bersama Arrant. Hal ini kusadari saat Arrant sudah menjauh….

“Ngelamun mulu!” Arrant mengagetkanku. Semua lamunanku buyar. Selalu saja ia tiba-tiba muncul disaat aku sedang terlarut dalam lamunan.

“Arrant lo kemana aja sih?” pertanyaan itu muncul begitu saja saat aku melihatnya, spontan.

“Kenapa? Kangen ya? Hehehe”

“emangnya kalo gue bilang ia, lo bakal bilang lo juga kangen sama gue?”
“pengennya sih gitu, tapi gue takut ah ngangenin pacar orang”
Hening…..
Kemudian ia tertawa dengan tawanya yang khas…
“hahahahahahah!”

“ga lucu”

Arrant langsung mengehentikan tawanya, wajahku mengerut. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa kesal.

“Lo kenapa sih? Ada masalah sama Dani?”

“Gue mau putus aja sama dia”

“Loh, kenapa? Baru juga 2 bulan jadian….”

“gue gak nyaman, Rant, gue…” gue lebih nyaman sama lo.  Kalimat itu hanya berlanjut dalam hatiku.

Gak, aku belum siap untuk bicara seperti itu di depan Arrant. Aku takut, takut responnya tak seperti yang aku harapkan.

“Gue pengen sendiri aja”, lanjutku dengan intonasi melemah.

“Yaelah noon masa belum apa-apa udah nyerah sih. Namanya juga pacaran ya harus ada rintangannya. Kalo mulus-mulus aja malah ngebosenin. Kenapa sih lo ga jalani dulu aja, jangan ambil keputusan buru-buru gitu. Soal nyaman atau gak nyaman itu tergantung gimana lo menempatkan diri waktu bareng dia.”

“tapi gimana kalo posisinya gue lebih ngerasa nyaman sama orang lain?” bantahku. “Lo gak ngerti Rant…”

Aku pergi meninggalkannya di caffe itu. Pikirianku berkecamuk. Rasanya aku ingin bilang bahwa aku mencintainya. Aku ingin bersamanya. Dia orang yang selalu ada dalam pikiranku, dalam lamunanku, bukan Dani! Aku ingin dia tahu tentang semua itu. Tapi, aku takut. Aku takut dia hanya menganggapku tak lebih dari sekedar teman biasa. Aku takut tak mendapat respon seperti yang aku harapkan. Aku bingung. Arrant, gue suka sama lo.

Sebenarnya Arrant tahu persis bagaimana kondisi hubunganku dengan Dani, karena hampir setiap hal aku ceritakan padanya. Tapi entah kenapa ia selalu memintaku untuk bertahan. Dan kali ini aku sudah muak. Aku tak mau lagi mendengar ceramahnya. Aku capek terus-terusan bertahan dengan Dani. Dan secara tak langsung semua ini membuatku merasa bahwa Arrant tak sedikitpun memiliki perasaan terhadapku. Semua nasehatnya seolah ingin agar aku tetap bersama Dani.

Sekarang aku harus bagaimana? Aku tak bisa terus bertahan dengan Dani, namun juga tak punya keberanian untuk mengakui perasaanku pada Arrant.

Rasanya aku ingin pergi yang jauh dari kenyataan ini.

Tuhan, bantu aku…. Hapus perasaanku pada Arrant jika memang kami tak mungkin bersama.
Dan buatlah aku merasa nyaman bersama Dani jika memang begitulah kehendakMu….

Tapi, ini sulit…. Aku menyayangi Arrant….

~ The End ~

saat kukira lebih baik jika kau tak tahu tentang perasaan ini

cerpen ini dibuat dalam keadaan ngantuk, maaf kalo terlalu singkat dan mungkin kurang bagus... heheheh
Btw thanks yah uda mau mampir :)

*Baca juga yah cerpen lainnya klik disini


1 komentar:

thanks for read and please leave a comment :)

FOLLOWERS