“Gue pengen temenan lagi sama dia, Pris.. Pengen banget!”, kataku pada sahabat terbaikku, Priska.
Ini bukan untuk yang pertama kalinya aku meminta tolong kepada Priska agar membujuk Ryo, mantan kekasihku untuk memaafkan kesalahan-kesalahanku dimasa lalu.
Hubunganku dan Ryo cukup singkat, hanya dalam hitungan minggu. Namun pertemanan kami sudah berjalan sejak masih duduk di Grade X, ya kurang lebih 2 tahun sudah aku, Ryo dan Priska berteman baik.
Tapi hubungan spesial itu hancur berantakan akibat kesalahanku yang mungkin mengecewakan Ryo. Sampai akhirnya sekarang tak ada komunikasi sedikitpun antara kami. Ryo terlihat sangat membenciku, ku akui, kesalahan yang ku perbuat memang cukup fatal. Terlalu panjang untuk ku ceritakan... Yang jelas saat ini Ryo membenciku, dan disisi lain aku berharap kami dapat berteman lagi seperti dulu. Aku rindu pertemanan kami ....
“Bukannya gue gak mau bantu, tapi lo tahu sendiri kan? Gue udah coba berkali-kali jelasin ke Ryo tentang permohonan maaf lo, tapi apa hasilnya? Nihil kan? Gue harus coba berapa kali lagi Rin??”, keluh Priska yang kusadari wajar jika ia sudah lelah membantuku.
“Oke, gue janji ini yang terakhir deh! Bentar lagi kan kita lulus dari sekolah ini, gue gak mau punya musuh. Gue mohon sekali ini aja ! Yang terakhir, gue janji ini yang terakhir. Please.........”,
Setelah berpikir beberapa detik, akhirnya Priska menganggukkan kepalanya. “Oke, ini yang terakhir. Kalo utk kali ini Ryo tetap gak mau baikkan sama lo, gue mau lo bener ngelupain semuanya termasuk harapan buat temenan lagi, Ok?”
“Deal ! Lagian kan, gue cuma mau temenan, gak lebih ! Lo kan tau sekarang hati gue ke siapa?”
“Kalo gue boleh jujur, sebenernya gue kurang percaya soal apa yang lo bilang tentang perasaan lo ke Dimas. Tolong jangan bohongi perasaan lo, Rin.”
Jujur gue males kalo mulai ngomongin soal perasaan sama Priska. Dia pasti ngubek2 sampe kesudut-sudut terpojok! Tapi entahlah apa yang dikatakan Priska tadi benar atau tidak..
Dimas, mantan ketua OSIS di Sekolah ini yang sekarang menjadi seseorang yang hampir setiap hari menemani ku chatting di BBM, Twiter, facebook.... Hubungan kami diperdekat oleh dunia maya, dan aku menyukainya.. Priska tau soal ini, tau mengenai aku menyimpan rasa pada Dimas. Dan hati kecilku bilang, aku benar-benar tertarik pada Dimas yang juga sering mengajakku pulang sekolah bareng. Bukan cuma Priska sih yang tau mengenai bagaimana aku menyukai cowok berkepribadian misterius itu. Hampir satu sekolah tau mengenai kedekatan kami. Tpi sayangnya Dimas gak percaya tentang perasaanku padanya....
“Lo gak nunjukkin sikap kalo lo itu suka sama gue. Selama ini sikap lo ke gue itu biasa-biasa aja, just like a friend, no more.. Jadi mana mungkin gue percaya sama kata-kata lo itu? Hahaha”, itu kata Dimas 2 hari yang lalu ketika aku nekat menyatakan perasaanku padanya.
Benar sih kalo Dimas beranggapan demikian, karena selama aku mengenalnya aku hanya bersikap biasa-biasa saja. Tapi jika aku merasa senang setiap kali mendapat bbm darinya atau mention atau wall di facebook, apa itu belum bisa dikatagorikan sebagai cinta? Dan aku selalu merasa tak senang saat ia cuek sama aku, lama balas BBM.. apa itu belum termasuk suka? Entahlah..
Yang aku sadari sekarang, aku merasa nyaman berada didekat Dimas, meskipun aku belum 100% mengenalnya. Mungkin baru 10% dari dirinya yang aku ketahui, sudah ku bilang dia itu 'misterius'...
Disamping semua itu, aku akan buktikan pada Dimas bahwa aku benar-benar mencintainya. Walaupun aku bingung dan tak tau harus berbuat apa, aku percaya jika memang Dimas ditakdirkan untuk menjadi pacarku, meskipun ia tak percaya, pasti suatu saat nanti ia kan sadar bahwa cintaku ini tulus padanya.
**
Saat yang paling ditunggu-tunggu pun tiba, apalagi kalo buka waktu pulang sekolah! Saat bel berbunyi, secara otomatis murid-murid yang ada didalam kelas, termasuk aku dan Priska langsung berhamburan keluar kelas. Tapi seperti yang sudah direncanakan, hari ini lagi-lagi Priska akan kembali membujuk Ryo untuk memaafkan aku.
Siang itu ketika sekolah sudah mulai sepi, Priska menghampiri Ryo yang memang kebetulan ada jadwal latihan basket di sekolah, tepatnya didalam gedung olah raga sekolah kami. Dan aku diam-diam menguping pembicaraan mereka dibalik pintu.
“Lo pasti mau ngomongin soal Verini lagi kan? Udah deh Pris, percuma! Gue udah capek, emang lo gak capek apa?”, belum sempat priska berkata apapun, Ryo sudah menyela pembicaraan terlebih dahulu.
Priska menghela nafas panjang, kemudian mulai berbicara...
“Yo, gue juga capek gini-gini terus! Lagian lo kenapa sih sampe segitu dendamnya ke Verin? Dendam lo tuh gak masuk akal tau gak! Sikap lo yang kaya' gini tuh sedikitpun gak kelihatan kalo kalian pernah saling menyayangi! Lo gak kasihan sama dia? Dia cuma pengen temenan lagi sama lo, seperti dulu, gak lebih! Dia juga udah lupain semua masa lalu kalian, tapi kenapa sih lo masih aja nyimpan dendam ke dia??! Kaya anak kecil tau gak!”, tutur panjang Priska.
“Kaya anak kecil lo bilang?? dia tuh yang kaya anak kecil! Dia gak nyadar kan gimana udah nyakitin perasaan gue?! Sekarang dengan gampangnya minta maaf?!.....” bla bla bla, Ryo dan Priska terus berseteru, aku masih dibalik pintu ini mendengar perseteruan mereka.
Perlahan kusadari air mataku menetes, ucapan-ucapan yang terungkap dari mulut Ryo terasa bagaikan silet yang menyayat-nyayat ulu hatiku. Sebegitu bencinya Ryo padaku? Membuatku tak percaya dulu ia pernah mengucapkan kata sayang untukku. Ryo yang berbicara dengan Priska saat ini bukan seperti Ryo yang dulu pernah menyatakan cinta padaku. Bagaikan orang asing! Semua berbeda 180 derajat.
“Apa susahnya sih lo maafin dia? Semuanya juga udah berlalu kan!” kata Priska.
Karena sudah tak tahan lagi mendengar tuturan-tuturan dari Ryo, aku pun berhenti bersembunyi, aku masuk ke dalam gedung olah raga tersebut dan berdiri tepat dibelakang Ryo. Priska yang melihatku terbelalak kaget, sementara itu Ryo terus menghujatku ini dan itu.
“Minta maaf itu gak semudah melakukan kesalahan! Well, kalo emang maaf yang lo mau. Gue maafin dia! Puas? Tapi untuk temenan seperti dulu, sorry gue gak bisa. Gue gak mau punya temen kaya dia. Yaudah deh, dari pada ribet mending mulai sekarang, bilang ke sahabat lo itu, anggap aja gue gak pernah kenal sama dia, dan anggap gak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Jelas?”
Air mataku tumpah. Dadaku sesak! Nafasku bagaikan tersedak, sumpah aku tak percaya Ryo mengatakan hal seperti itu. Benar-benar menusuk!
“Ok kalo emang itu yang lo mau, Yo! Gue akan pergi dari hidup lo untuk selamanya! Dan ngelupain semuanya! Tega ya... gue gak nyangka ternyata lo kaya gini! Lo jahat!”, isak tangisku semakin menjadi-jadi. Aku pun berlari meninggalkan ruangan itu. Perasaanku benar-benar kacau!
Tak ada yang tau bagaimana sakit yang kurasa ketika mendengar ucapan Ryo tadi. Entahlah kenapa, akupun bingung kenapa hati ini benar-benar sakit saat mendengar perkataan2 itu!
Belum jauh aku berlari, Priska menghentikan langkahku. Ia menatapku pilu dengan air mata berlinang. “Pris.....”, nadaku lemah. Aku memeluk Priska yang waktu itu tampak benar-benar khawatir dengan keadaanku.
Air mataku benar-benar sudah tak terbendung lagi. Kutumpahkan semua amarah melalui air mata ini. “Rin, lo harus kuat. . .”, Priska mengelus pundakku. Penampilanku kacau!
“Sekarang lo udah tau semuanya kan. Apa sekarang lo masih mau berharap sama Ryo? Jangan bodoh Rin. Lo bisa dapat yang lebih baik.”
“Entahlah Pris, rasanya hati ini benar-benar sakit. Gue benar-benar gak bisa terima semua perkataan Ryo tadi. Gue gak percaya...”
“jadi benar, selama ini lo masih berharap sama Ryo? Dan benar juga kalo Dimas itu cuma pelarian kan? Kalo gak, mana mungkin lo bisa kaya gini cuma gara-gara dengar perkataan Ryo tadi...”
“Gue gak tau... gue bingung...”, air mataku terus menetes.
“Lo kenapa?”, tiba2 Dimas muncul dan terlihat penasaran dengan apa yg sedang terjadi. Aku langusng buru-buru mengusap air mataku. “Dari tadi gue nunggu di parkiran, eh lo malah nangis disini. Emang ada apa?”
Ya ampun, aku lupa bahwa sudah janji pulang bareng sama Dimas.
“Gue gak papa, kita balik sekarang...”
**
Selama perjalanan pulang, tak terjadi percakapan apapun diantara aku dan Dimas. Sampai akhirnya tiba di depan rumahku.... “Jadi gue cuma pelarian?”, tiba-tiba Dimas bertanya. Aku terdiam.
“Jawab Rin. Apa benar gue cuma lo jadiin sebagai pelarian?”
“Lupain aja, Mas.” Aku memalingkan wajah, meneteskan airmata. Aku pun bingung apa selama ini ia hanya pelarian bagiku?
“Gue butuh penjelasan!”
“Udah deh, kenapa lo jadi sok peduli gini sih? Bukannya lo juga ga punya perasaan apa-apa ke gue? Sebelumnya juga lo gak mau tau kan tentang perasaan gue? Karena lo gak merasakan apa yang gue rasakan, makanya lo anggap semua ini cuma lelucon. Mulai sekarang, lo tenang aja. Gue gak akan ganggu hidup lo lagi. Mengenai apa yang gue bilang beberapa hari lalu tentang perasaan gue, lupain aja! Karena mulai hari ini mung kin lebihbaik gue gak merasakan cinta untuk siapapun.”
Kuusap air mataku, kemudian keluar dari mobil mewah itu. Tak peduli lagi dengan apa yang akan dipikirkan oleh Dimas. Yang jelas saat ini pikiranku kacau. Bahkan aku bingung, apa sebenarnya yang aku rasakan? Bukankah aku menyukai Dimas, bukankah akhir-akhir ini aku menggilainya? Tapi kenapa Ryo masih sangat mempengaruhi hatiku? Aku bingung.
Ryo, mungkin sampai kapanpun lo gak akan pernah paham apa yang gue rasakan. Dan Dimas, maaf... mungkin benar, aku hanya menjadikanmu pelarian, tapi ya sudahlah.. mungkin memang lebih baik untuk sementara waktu aku tak terlibat dulu dengan apa yang disebut cinta. Cinta itu menyakitkan...
The End
Ini bukan untuk yang pertama kalinya aku meminta tolong kepada Priska agar membujuk Ryo, mantan kekasihku untuk memaafkan kesalahan-kesalahanku dimasa lalu.
Hubunganku dan Ryo cukup singkat, hanya dalam hitungan minggu. Namun pertemanan kami sudah berjalan sejak masih duduk di Grade X, ya kurang lebih 2 tahun sudah aku, Ryo dan Priska berteman baik.
Tapi hubungan spesial itu hancur berantakan akibat kesalahanku yang mungkin mengecewakan Ryo. Sampai akhirnya sekarang tak ada komunikasi sedikitpun antara kami. Ryo terlihat sangat membenciku, ku akui, kesalahan yang ku perbuat memang cukup fatal. Terlalu panjang untuk ku ceritakan... Yang jelas saat ini Ryo membenciku, dan disisi lain aku berharap kami dapat berteman lagi seperti dulu. Aku rindu pertemanan kami ....
“Bukannya gue gak mau bantu, tapi lo tahu sendiri kan? Gue udah coba berkali-kali jelasin ke Ryo tentang permohonan maaf lo, tapi apa hasilnya? Nihil kan? Gue harus coba berapa kali lagi Rin??”, keluh Priska yang kusadari wajar jika ia sudah lelah membantuku.
“Oke, gue janji ini yang terakhir deh! Bentar lagi kan kita lulus dari sekolah ini, gue gak mau punya musuh. Gue mohon sekali ini aja ! Yang terakhir, gue janji ini yang terakhir. Please.........”,
Setelah berpikir beberapa detik, akhirnya Priska menganggukkan kepalanya. “Oke, ini yang terakhir. Kalo utk kali ini Ryo tetap gak mau baikkan sama lo, gue mau lo bener ngelupain semuanya termasuk harapan buat temenan lagi, Ok?”
“Deal ! Lagian kan, gue cuma mau temenan, gak lebih ! Lo kan tau sekarang hati gue ke siapa?”
“Kalo gue boleh jujur, sebenernya gue kurang percaya soal apa yang lo bilang tentang perasaan lo ke Dimas. Tolong jangan bohongi perasaan lo, Rin.”
Jujur gue males kalo mulai ngomongin soal perasaan sama Priska. Dia pasti ngubek2 sampe kesudut-sudut terpojok! Tapi entahlah apa yang dikatakan Priska tadi benar atau tidak..
Dimas, mantan ketua OSIS di Sekolah ini yang sekarang menjadi seseorang yang hampir setiap hari menemani ku chatting di BBM, Twiter, facebook.... Hubungan kami diperdekat oleh dunia maya, dan aku menyukainya.. Priska tau soal ini, tau mengenai aku menyimpan rasa pada Dimas. Dan hati kecilku bilang, aku benar-benar tertarik pada Dimas yang juga sering mengajakku pulang sekolah bareng. Bukan cuma Priska sih yang tau mengenai bagaimana aku menyukai cowok berkepribadian misterius itu. Hampir satu sekolah tau mengenai kedekatan kami. Tpi sayangnya Dimas gak percaya tentang perasaanku padanya....
“Lo gak nunjukkin sikap kalo lo itu suka sama gue. Selama ini sikap lo ke gue itu biasa-biasa aja, just like a friend, no more.. Jadi mana mungkin gue percaya sama kata-kata lo itu? Hahaha”, itu kata Dimas 2 hari yang lalu ketika aku nekat menyatakan perasaanku padanya.
Benar sih kalo Dimas beranggapan demikian, karena selama aku mengenalnya aku hanya bersikap biasa-biasa saja. Tapi jika aku merasa senang setiap kali mendapat bbm darinya atau mention atau wall di facebook, apa itu belum bisa dikatagorikan sebagai cinta? Dan aku selalu merasa tak senang saat ia cuek sama aku, lama balas BBM.. apa itu belum termasuk suka? Entahlah..
Yang aku sadari sekarang, aku merasa nyaman berada didekat Dimas, meskipun aku belum 100% mengenalnya. Mungkin baru 10% dari dirinya yang aku ketahui, sudah ku bilang dia itu 'misterius'...
Disamping semua itu, aku akan buktikan pada Dimas bahwa aku benar-benar mencintainya. Walaupun aku bingung dan tak tau harus berbuat apa, aku percaya jika memang Dimas ditakdirkan untuk menjadi pacarku, meskipun ia tak percaya, pasti suatu saat nanti ia kan sadar bahwa cintaku ini tulus padanya.
**
Saat yang paling ditunggu-tunggu pun tiba, apalagi kalo buka waktu pulang sekolah! Saat bel berbunyi, secara otomatis murid-murid yang ada didalam kelas, termasuk aku dan Priska langsung berhamburan keluar kelas. Tapi seperti yang sudah direncanakan, hari ini lagi-lagi Priska akan kembali membujuk Ryo untuk memaafkan aku.
Siang itu ketika sekolah sudah mulai sepi, Priska menghampiri Ryo yang memang kebetulan ada jadwal latihan basket di sekolah, tepatnya didalam gedung olah raga sekolah kami. Dan aku diam-diam menguping pembicaraan mereka dibalik pintu.
“Lo pasti mau ngomongin soal Verini lagi kan? Udah deh Pris, percuma! Gue udah capek, emang lo gak capek apa?”, belum sempat priska berkata apapun, Ryo sudah menyela pembicaraan terlebih dahulu.
Priska menghela nafas panjang, kemudian mulai berbicara...
“Yo, gue juga capek gini-gini terus! Lagian lo kenapa sih sampe segitu dendamnya ke Verin? Dendam lo tuh gak masuk akal tau gak! Sikap lo yang kaya' gini tuh sedikitpun gak kelihatan kalo kalian pernah saling menyayangi! Lo gak kasihan sama dia? Dia cuma pengen temenan lagi sama lo, seperti dulu, gak lebih! Dia juga udah lupain semua masa lalu kalian, tapi kenapa sih lo masih aja nyimpan dendam ke dia??! Kaya anak kecil tau gak!”, tutur panjang Priska.
“Kaya anak kecil lo bilang?? dia tuh yang kaya anak kecil! Dia gak nyadar kan gimana udah nyakitin perasaan gue?! Sekarang dengan gampangnya minta maaf?!.....” bla bla bla, Ryo dan Priska terus berseteru, aku masih dibalik pintu ini mendengar perseteruan mereka.
Perlahan kusadari air mataku menetes, ucapan-ucapan yang terungkap dari mulut Ryo terasa bagaikan silet yang menyayat-nyayat ulu hatiku. Sebegitu bencinya Ryo padaku? Membuatku tak percaya dulu ia pernah mengucapkan kata sayang untukku. Ryo yang berbicara dengan Priska saat ini bukan seperti Ryo yang dulu pernah menyatakan cinta padaku. Bagaikan orang asing! Semua berbeda 180 derajat.
“Apa susahnya sih lo maafin dia? Semuanya juga udah berlalu kan!” kata Priska.
Karena sudah tak tahan lagi mendengar tuturan-tuturan dari Ryo, aku pun berhenti bersembunyi, aku masuk ke dalam gedung olah raga tersebut dan berdiri tepat dibelakang Ryo. Priska yang melihatku terbelalak kaget, sementara itu Ryo terus menghujatku ini dan itu.
“Minta maaf itu gak semudah melakukan kesalahan! Well, kalo emang maaf yang lo mau. Gue maafin dia! Puas? Tapi untuk temenan seperti dulu, sorry gue gak bisa. Gue gak mau punya temen kaya dia. Yaudah deh, dari pada ribet mending mulai sekarang, bilang ke sahabat lo itu, anggap aja gue gak pernah kenal sama dia, dan anggap gak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Jelas?”
Air mataku tumpah. Dadaku sesak! Nafasku bagaikan tersedak, sumpah aku tak percaya Ryo mengatakan hal seperti itu. Benar-benar menusuk!
“Ok kalo emang itu yang lo mau, Yo! Gue akan pergi dari hidup lo untuk selamanya! Dan ngelupain semuanya! Tega ya... gue gak nyangka ternyata lo kaya gini! Lo jahat!”, isak tangisku semakin menjadi-jadi. Aku pun berlari meninggalkan ruangan itu. Perasaanku benar-benar kacau!
Tak ada yang tau bagaimana sakit yang kurasa ketika mendengar ucapan Ryo tadi. Entahlah kenapa, akupun bingung kenapa hati ini benar-benar sakit saat mendengar perkataan2 itu!
Belum jauh aku berlari, Priska menghentikan langkahku. Ia menatapku pilu dengan air mata berlinang. “Pris.....”, nadaku lemah. Aku memeluk Priska yang waktu itu tampak benar-benar khawatir dengan keadaanku.
Air mataku benar-benar sudah tak terbendung lagi. Kutumpahkan semua amarah melalui air mata ini. “Rin, lo harus kuat. . .”, Priska mengelus pundakku. Penampilanku kacau!
“Sekarang lo udah tau semuanya kan. Apa sekarang lo masih mau berharap sama Ryo? Jangan bodoh Rin. Lo bisa dapat yang lebih baik.”
“Entahlah Pris, rasanya hati ini benar-benar sakit. Gue benar-benar gak bisa terima semua perkataan Ryo tadi. Gue gak percaya...”
“jadi benar, selama ini lo masih berharap sama Ryo? Dan benar juga kalo Dimas itu cuma pelarian kan? Kalo gak, mana mungkin lo bisa kaya gini cuma gara-gara dengar perkataan Ryo tadi...”
“Gue gak tau... gue bingung...”, air mataku terus menetes.
“Lo kenapa?”, tiba2 Dimas muncul dan terlihat penasaran dengan apa yg sedang terjadi. Aku langusng buru-buru mengusap air mataku. “Dari tadi gue nunggu di parkiran, eh lo malah nangis disini. Emang ada apa?”
Ya ampun, aku lupa bahwa sudah janji pulang bareng sama Dimas.
“Gue gak papa, kita balik sekarang...”
**
Selama perjalanan pulang, tak terjadi percakapan apapun diantara aku dan Dimas. Sampai akhirnya tiba di depan rumahku.... “Jadi gue cuma pelarian?”, tiba-tiba Dimas bertanya. Aku terdiam.
“Jawab Rin. Apa benar gue cuma lo jadiin sebagai pelarian?”
“Lupain aja, Mas.” Aku memalingkan wajah, meneteskan airmata. Aku pun bingung apa selama ini ia hanya pelarian bagiku?
“Gue butuh penjelasan!”
“Udah deh, kenapa lo jadi sok peduli gini sih? Bukannya lo juga ga punya perasaan apa-apa ke gue? Sebelumnya juga lo gak mau tau kan tentang perasaan gue? Karena lo gak merasakan apa yang gue rasakan, makanya lo anggap semua ini cuma lelucon. Mulai sekarang, lo tenang aja. Gue gak akan ganggu hidup lo lagi. Mengenai apa yang gue bilang beberapa hari lalu tentang perasaan gue, lupain aja! Karena mulai hari ini mung kin lebihbaik gue gak merasakan cinta untuk siapapun.”
Kuusap air mataku, kemudian keluar dari mobil mewah itu. Tak peduli lagi dengan apa yang akan dipikirkan oleh Dimas. Yang jelas saat ini pikiranku kacau. Bahkan aku bingung, apa sebenarnya yang aku rasakan? Bukankah aku menyukai Dimas, bukankah akhir-akhir ini aku menggilainya? Tapi kenapa Ryo masih sangat mempengaruhi hatiku? Aku bingung.
Ryo, mungkin sampai kapanpun lo gak akan pernah paham apa yang gue rasakan. Dan Dimas, maaf... mungkin benar, aku hanya menjadikanmu pelarian, tapi ya sudahlah.. mungkin memang lebih baik untuk sementara waktu aku tak terlibat dulu dengan apa yang disebut cinta. Cinta itu menyakitkan...
The End
*Baca juga yah cerpen lainnya klik disini
Ceritanya bagus tapi akhirannya gantung :)
BalasHapusHhhe thanks komentarnya :)
HapusNamanya juga cerpen, kalo ga ngegantung ya gak seru ξ\(ˇ▼ˇ)/ξ hihihu
Cerpen nya ini fiksi atau nyata miss ???
BalasHapusJadi miss pilih Dimas atau Ryo
50% nyata :') hehe
Hapusgak pilih dua2nya :D
bagus bangett ceritanya, kapan mau bikin cerpen lagi ? ditunggu cerpenn berikutnya :)
BalasHapusDitunggu aja yah ξ\(ˇ▼ˇ)/ξ thanks uda mau baca ;)
HapusCeritanya aku banget u,u
BalasHapusMasa sih? Sama donk :')
Hapusceritanya bagus :)
BalasHapusMakasih (ˆ▿ˆʃƪ)
Hapussama-sama :)
Hapuscerita nya sama kaya aku:(
BalasHapusHhe thanks uda baca yahhh (^̩⌣ƪ) kita senasippp u,u
BalasHapusSenasip apanya -_-------" kak rin Щ(ºДºщ)
BalasHapusbagus kak cerpen'x :)
BalasHapusmakasih :)
Hapus